Kilat petir menghiasi langit bulan Desember, diikuti oleh guntur membawa energi suara yg mengejutkan. Spontan, anak-anak memeluk ibunya karena merasa ketakutan. Langit mendung tak terbendung, perlahan air hujan turun membasahi bumi, mirip seperti kelopak mata orang yang tengah bersedih…

Kini kita berada di bulan terakhir dalam penanggalan kalender Gregorian. Banyak orang menganggap bulan ini sebagai penutup sebuah bab karena kisah akan segera berakhir. Namun, bagiku, Desember adalah awal dari sebuah kisah karena di bulan ini awal aku menghirup udara dunia, diberi kertas kosong untuk menulis kisah hidup selagi bersama nyawa.

Yap, Desember tepat di bawah langit yang dihiasi kilat dan petir, seolah menjadi simbol kejutan yg akan membentuk setiap langkah ke depan.

Ini tentang ikatan yang menautkan diriku dengan Desember, dan segala peristiwa di dalamnya: awal dan akhir, bahagia dan duka, positif dan negatif, tantangan dan kesempatan, keberanian dan ketakutan, hangat dan dingin, riuh dan tenang.

Dalam Desember, bagiku, setiap kilat dan petir di langit adalah pesta cahaya yang menggambarkan kekuatan alam dan keajaiban yang tak terduga. Guntur menggema seperti lantunan musik, menciptakan simfoni alam yang menggetarkan hati. Di tengah gemuruh, anak-anak dengan naluri kecil yg tulus berlarian menuju pelukan hangat ibu mereka, mencari perlindungan dan ketenangan dalam dekapan kasih.

Air hujan turun secara perlahan menghadirkan sentuhan lembut ke permukaan bumi, memberikan kehidupan baru dari setiap tetesnya. Seperti air mata yg turun, hujan ini merangkul tanah dengan kelembutan, memberikan penghiburan pada hati yg berduka.

Bulan ini setiap elemen alam menjadi metafora dari kehidupan. Kilat dan petir mewakili kejutan dan kejadian tak terduga yang membentuk takdir. Guntur seperti suara keberanian yang mengingatkan kita untuk tetap berani menghadapi badai kehidupan yg entah akan membawa kita ke mana. Pelukan anak-anak sebagai pengingat akan kehangatan dan kebersamaan di tengah-tengah segala ketakutan.

Selamat bulan Desember, mari rayakan apapun yg telah dan akan terjadi. Bukankah Tuhan yg mengatur semuanya?